Lebih dari 10 persen perusahaan di Amerika Serikat (AS) dengan omzet di atas 100 juta dollar AS memiliki pemasok bahan baku maupun barang setengah jadi dari berbagai belahan dunia. Hal tersebut membuat perusahaan di mana pun memiliki peluang berpartisipasi dalam ekosistem bisnis. Untuk itu, keterampilan membangun jejaring global (global netwrok) menjadi salah satu kunci sukses bagi pebisnis maupun profesional masa depan.
Menurut Dean Prasetiya Mulya School of Business & Economy Prof Agus W Soehadi, salah satu faktor kritis dalam membangun jejaring global adalah kemampuan memahami dan beradaptasi dengan perbedaan budaya. Sekolah harus mampu melatih mahasiswanya untuk mengembangkan keterampilan tersebut.
Prasetiya Mulya mewujudkannya lewat program Korea-Indonesia-Taiwan (KIT) Project. KIT Project merupakan program kolaborasi antara Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST), National Taiwan University, dan Universitas Prasetiya Mulya. Program ini ditujukan untuk mahasiswa level MBA dengan pengalaman kerja minimal dua tahun.
Masing-masing negara mengirimkan 12 mahasiswa sebagai perwakilannya. Sebanyak total 36 mahasiswa yang terlibat itu lantas dibagi menjadi 6 kelompok.
Mereka akan mengerjakan proyek konsultansi dari perusahaan yang diajak bekerja sama. Perusahaan itu adalah XL Axiata, Dexa Group, Astra Otoparts-Winteq Division, Vivere Group, Martha Tilaar Sp, dan Yayasan Cinta Anak Bangsa.
“KIT Project ditujukan untuk memberikan pengalaman kepada mahasiswa untuk mempelajari cara berbisnis, identifikasi permasalahan bisnis, dan rekomendasi yang dapat diberikan untuk masing-masing perusahaan di masing-masing negara.” ungkap Agus.
Lintas Budaya
Profesor dari KAIST Betty Chung menjelaskan misi utama KIT Project, yaitu menciptakan pemebelajaran praktis dan memberikan mahasiswa pengalaman langsung menghadapi permasalahan bisnis.
Betty mengatakan, kerja sama ketiga negara ini membuka peluang untuk saling belajar. Indonesia sangat menarik bagi Korea dalam hal potensi investasi bilateral. Ekonominya terus bertumbuh dan pasarnya besar.
“Dalam hal pemilihan sekolah atau universitas untuk bekerjasama, Prasetiya Mulya adalah partisipan yang aktif dalam organisasi Association of Asia-Pasific Business School (AAPBS). Dalam lingkup asosiasi itu, kami lalu mengajak tiga sekolah bisnis untuk berkolaborasi sekaligus menjadi model bagi sekolah lain tentang bagaimana menciptakan kolaborasi yang inovatif dan kreatif,” tutur Betty.
Director of Graduate Program Prasetiya Mulya School of Business & Economy, Indria Handoko Ph.D menambahkan, “Antusiasme mahasiswa tinggi walaupun tantangannya cukup besar karena mereka juga bekerja di tempat lain atau memiliki bisnis sendiri. Mereka harus menyisihkan waktunya untuk proyek ini.”
Manfaat
Mahasiswa yang bisa mengikuti program ini adalah yang memiliki prestasi akademik yang baik, komitmen yang tinggi, dan kemampuan bahasa Inggris yang mumpuni. Selain itu, mereka mesti termotivasi untuk terekspos dengan dunia internasional.
Salah satu mahasiswa MM Universitas Prasetiya Mulya yang mengikuti KIT Project yaitu Eko Kurnia Sanusi. Menurut Eko, program ini memberi ide baru, antara lain mengenai cara berpikir dalam budaya lain dan membandingkan kasus bisnis Indonesia dengan negara lain.
Ke depannya, Prasetiya Mulya akan memperbanyak kegiatan global network. Sebagai contoh, pada bulan ini, Boston University, AS dan UNSW Australia akan berkunjung ke Prasetiya Mulya. Setelah itu, pada Maret mendatang, Georgia Tech University dari AS akan datang ke Prasetiya Mulya untuk melakukan kajian peluang bisnis bagi perusahaan-perusahaan AS untuk pasar Indonesia.
Source: Koran KOMPAS (Senin, 22 Januari 2017)