Digitized Social Capital

Istilah ‘digitized social capital’ muncul di dalam buku yang ditulis oleh Arun Sundararajan (2016) berjudul “The Sharing Economy: The End of Employment and the Rise of Crowed-Based Capitalism”. Buku ini membahas bagaimana teknologi digital telah mengubah bagaimana manusia berinteraksi satu dengan lainnya. Modal sosial, yang dipahami sebagai aset yang dapat diakses dari suatu jejaring melalui interaksi sosial yang berlanjut, tidak lagi terbangun melalui sejarah relasi personal yang selama ini kita pahami, namun melalui platform digital (Sundararajan, 2016).

Berkembangnya trust melalui platform digital

Trust sebagai elemen utama dari modal sosial, dapat tumbuh seiring dengan berjalannya waktu (Inkpen and Tsang, 2005), Dikaitkan dengan penggunaan platform digital, Sundararajan (2016) berargumen bahwa selain waktu, trust tumbuh karena dipengaruhi oleh tiga faktor: authenticity, intention, competency atau reliability. Misalnya, seseorang akan berusaha mengetahui apakah akomodasi yang ditawarkan oleh seseorang di platform Airbnb memang nyata ada (authenticity). Apakah orang yang melalui platform Airbnb ingin menginap di rumah saya ini memang orang yang bermaksud baik, atau orang ini bermaksud merampok? (intention). Seseorang juga akan mencari tahu tentang kualitas, misalnya apakah pengemudi mobil melalui platform Grab Car yang akan saya tumpangi ini cakap mengemudi dan mampu mencari jalan untuk menghindari kemacetan? (reliability).

Pada situasi dengan resiko yang rendah, seseorang akan lebih mudah untuk percaya dan terlibat di dalam suatu interaksi. Sebagai contoh, seseorang akan lebih berani mengambil resiko membeli barang yang tidak terlalu mahal melalui situs online (transaksi e-commerce) yang baru dia kenal. Namun pada situasi dengan resiko lebih tinggi, misalnya menggunakan jasa GoJek untuk mengantar anak ke sekolah sendirian, maka seorang akan lebih ingin memastikan bahwa ketiga faktor authenticity, intention, dan reliability semuanya sudah harus terpenuhi. Apakah, misalnya, pengemudi tersebut memang pengemudi yang terdaftar resmi di kantor GoJek (authenticity), apakah pengemudi ini memang memiliki maksud baik untuk mengantar penumpangnya (intention), dan apakah pengemudi ini memang mahir dalam mengendarai kendaraannya (reliability). Apabila ketiga faktor tersebut terpenuhi maka dia akan berani menggunakan jasa GoJek dengan dilandasi oleh commitment trust (misalnya, ada jaminan nama GoJek sebagai institusi formal) dan competence trust (banyak orang mengakui kualitas pengemudi perusahaan tersebut).

Digitized social capital

Di dalam era digital seperti sekarang ini, platform online jejaring sosial seperti Facebook dan LinkedIn dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk membangun modal sosial secara digital (Sundararajan, 2016). Modal sosial yang terbangun dengan mengandalkan platform digital sebagai sarana utama berinteraksi memiliki keunikan tersendiri terutama dari bagaimana trust tumbuh dan berkembang. Menurut Sundararajan (2016), modal sosial yang terbentuk secara digital dapat menghasilkan tiga faktor utama pembentuk trust, yaitu authenticity, intention, dan reliability.

Namun hal tersebut hanya sebagian kecil dari kekuatan platform digital dalam memfasilitasi interaksi peer-to-peer secara online. Kekuatan terbesar dari platform digital adalah kemampuannya untuk merepresentasikan dunia nyata manusia atau dunia fisik modal sosial secara digital (Sundararajan, 2016).

Pada akun Facebook, contohnya, relasi yang bersifat dunia fisik yang nyata, yaitu pertemanan dengan teman masa kecil, saudara, teman masa sekolah, atau kolega kerja, menjadi suatu kekuatan. Relasi antara orang-orang yang memiliki ikatan kuat satu sama lain ini disebut bonding social capital (Burt, 1992). Salah satu manfaat dari digitized bonding social capital melalui teknologi kolaboratif atau sosial media ini dapat menjadi modal bagi siapapun yang terlibat di dalamnya apabila ingin membuat suatu ‘marketplace’ di masa depan (Sundararajan, 2016).

Di sisi lain, kita bisa saja berteman di Facebook dengan orang yang baru saja kita kenal di sebuah acara atau seminar, atau teman dari teman kita. Konsep di mana relasi terbentuk antara beberapa orang atau kelompok yang tadinya belum saling terhubung ini disebut sebagai bridging social capital (Burt, 1992). Terkait hal ini, Notley dan Foth (2008) berargumen bahwa melalui struktur jejaring dari teknologi digital memungkinkan kelompok yang kurang beruntung (misalnya berada di daerah terpencil) dapat terhubung dengan kelompok lain, sehingga dapat menghasilkan suatu formasi modal sosial, budaya, dan ekonomi yang lebih kuat.

Senada dengan konsep tersebut, Granovetter (1973) dengan teorinya ‘the strength of weak-ties’ menjelaskan bahwa kekuatan dari ikatan antar individu atau kelompok yang tadinya tidak saling terhubung (weak-ties) dapat memperkuat modal sosial dengan mempersatukan antar bagian dari suatu sistem sebagai satu kesatuan.

Di dalam sistem berdasarkan platform digital, di mana sebagian anggotanya sudah memiliki ikatan kuat (bonding social capital), besar kemungkinan masing-masing ‘membawa’ anggota yang kemudian akan membentuk koneksi-koneksi baru (bridging social capital). Di dalam mekanisme yang kompleks melalui platform digital ini komunitas baru dapat terbentuk.

Di dalam komunitas baru di mana modal sosial berkembang dalam sistem platform digital, anggotanya akan berinteraksi berdasarkan norma dan nilai yang sudah disepakati bersama. Seseorang dapat mempercayai orang lain walaupun belum lama berinteraksi atau belum mengenal secara personal. Trust yang tumbuh di dalam komunitas ini cenderung berdasarkan koneksi yang umum, dan bukan berdasarkan kedekatan personal (Leana and Buren, 1999).

Memperkuat bonding social capital?

Pada trend relasi peer-to-peer yang kita saksikan hari ini, terjadi peningkatan kemampuan luar biasa di dalam hal membuat orang percaya kepada orang lain yang belum pernah mereka kenal sebelumnya. Melalui sistem digital, atau yang disebut oleh Sundararajan (2016) sebagai ‘digital trust infrastructure’, orang dapat saling terhubung dalam suatu komunitas yang memiliki norma dan perilaku tertentu. Namun apakah trust yang dibangun berdasarkan competence dan commitment trust di dalam penggunaan platform digital tersebut dapat berkembang menjadi companion trust seiring berjalannya waktu? Dapatkah bonding social capital diperkuat?

Studi dari Salahuddin et al. (2016) mengenai modal sosial dan penggunaan internet menemukan bahwa internet dapat memperkuat modal sosial dalam jangka waktu yang pendek, namun justru akan memperlemah modal sosial secara signifikan dalam jangka waktu panjang.

Dampak negatif internet pada modal sosial jangka panjang ini dapat disebabkan kegagalan dalam memperkuat trust yang tumbuh di awal, demikian juga dalam membangun trust baru. Hal ini karena adanya kecenderungan interaksi online yang tidak diimbangi dengan interaksi offline. Manfaat yang diperoleh dari interaksi online di awal tidak dapat melampaui manfaat yang diperoleh dari interaksi langsung, akibat dari lebih seringnya orang mengandalkan koneksi online dibanding offline.

Temuan studi tersebut mengindikasikan bahwa di dalam era digital ini interaksi dan transaksi tatap muka secara langsung tetap menjadi kunci penting dalam memperkuat modal sosial dalam jangka panjang berlandaskan companion trust. Dengan kata lain, betapapun cepat dan efektifnya platform digital mempengaruhi modal sosial, namun proses terbangunnya modal sosial yang kuat tetap membutuhkan interaksi sosial secara langsung yang berkelanjutan.

Referensi

Burt, R. S. 1992. Structural Holes, The Social Structure of Competition, Cambridge, Harvard University Press.

Granovetter, M. S. 1973. The strength of weak ties. American Journal of Sociology, 78, 1360-1380.

Inkpen, A. C. & Tsang, E. W. K. 2005. Social capital, networks, and knowledge transfer. Academy of Management Review, 30, 146-165.

Leana, C. R. & Buren, H. J. V. 1999. Organizational social capital and employment practices. Academy of Management Review, 24, 539-555.

Salahuddin, M., Alam, K. & Burton, L. 2016. Does internet usage stimulate the accumulation of social capital?A panel investigation for Organization of Economic Cooperation and Development Countries. International Journal of Economics and Financial Issues, 6, 347-353.

Sundararajan, A. 2016. The Sharing Economy: The End of Employement and the Rise of Crowd-Based Capitalism, Massachusetts, The MIT Press.

Indria Handoko

Director of Graduate Program and Faculty Member of Prasetiya Mulya Business School