Industri migas di Indonesia sepanjang 2012 menjadi penyumbang pendapatan negara sebesar US$ 35 miliar. Sayangnya, sektor ini masih menghadapi sejumlah tantangan. Dan, tantangan utamanya adalah bagaimana menaikkan produksi dan meningkatkan eksplorasi. Selain juga dari sisi hukum dan regulasi dari pemerintah. Bagaimana tidak, industri migas merupakan investasi jenis padat modal, padat teknologi, dan membutuhkan waktu yang panjang. Selain itu, kondisi perekonomian global yang masih melambat juga menjadi tantangan besar. Meskipun Indonesia tetap bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen.
Sektor energi, khususnya migas, masih menjadi industri yang paling menarik di negeri ini. Setiap tahun, anggaran operasional di sektor ini mencapai Rp 900 triliun, jumlah yang amat fantastis jika dibandingkan dengan total APBN 2013 yang sebesar Rp 1.700 triliun. Dengan peredaran uang yang begitu besar, industri ini begitu rentan terhadap kecurangan. Itulah tantangan yang dihadapi Dr Waluyo saat menjabat Direktur Umum dan SDM PT Pertamina (Persero).
“Potensi korupsi itu ada di setiap transaksi, bukan hanya di industri energi. Namun, karena industri ini ‘kue’-nya cukup besar, mencapai Rp 900 triliun per tahun baikupstream (hulu) maupun downstream (hilir), pastilah potensinya lebih besar lagi,” kata laki-laki lulusan Magister Manajemen Prasetiya Mulya ini. Apalagi, pemangku kepentingan BUMN migas ini begitu banyak, mulai dari Kementerian BUMN, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, DPR RI, BPKP, sampai BPK.
Sebagai Direktur SDM, ia bertanggung jawab membawa orang-orang di BUMN migas itu menjadi lebih berintegritas sehingga potensi kecurangan bisa dicegah. “Saya belajarhuman resources management di Prasetiya Mulya. Di situ diajarkan bahwa penerapanrewards and punishment secara konsisten akan mampu membentuk teori perilaku ABC (antecedent atau sebab, behavior atau perilaku, dan consequence atau akibat),” katanya.
Menurut dia, behavior dipicu antecedent, serta diperkuat dan diperlemah olehconsequence. Membentuk kultur orang adalah sumbangan dari human resource management. Ternyata, kultur orang itulah yang mampu membangun keunggulan bersaing sebuah organisasi,” katanya.
Tidak sia-sia, sampai akhir masa jabatannya di perusahaan itu pada 2012, Pertamina sukses meraih indeks good corporate governance (GCG) 93,51, jauh lebih tinggi dari 2004 yang tercatat 55,73.
Peningkatan kesadaran pemahaman dan implementasi manajemen kerja kemudian menjadi fokus perhatiannya. Setelah pensiun dari Pertamina tahun lalu, Waluyo tetap berkontribusi untuk menjadikan Indonesia lebih baik. Kini, Waluyo yang menjabat sebagai Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N), Ketua Tim Independen Pengendalian Keselamatan Migas (TIPKM), dan President of Asia Pacific on Occupational Safety and Health Organization, ini tak putus-putusnya diundang berbagai instansi dan perusahaan-perusahaan multinasional selaku profesional trainer. Ia membagi pengetahuan dan pengalamannya selama ini untuk memberikan wacana tentang betapa pentingnya manajemen kerja dan keselamatan kerja.
Terlebih, selaku pegawai tentu menginginkan dalam mengemban tugasnya dalam situasi yang terbaik. Waluyo menekankan, jika terjadi kecelakaan kerja tak hanya menghasilkan tragedi tapi bisa menyebabkan pula bencana ekonomi.